Jumat, 27 Maret 2015



WISATA SEJARAH KEMuseum Situs Kota China Medan Marelan”
Situs Kota Cina dianggap sebagai salah satu situs berkelas dunia dari masa PraIslam di Sumatera Utara. Hal ini  dapat dilihat dari beragam jenis artefak yang berasal dari sejumlah pusat peradaban kuno khususnya China dan India, yang juga merefleksikan kompleksitas aktivitas manusia yang dahulu menghuninya. Posisi sebagian wilayah Sumatera Utara khususnya kawasan pantai timurnya yang berhadapan langsung dengan Selat Malaka, merupakan bentang alam strategis yang berperan penting sejak lama. Kawasan Selat Malaka adalah jalur sutra melalui laut, sehingga bandar-bandar yang terletak di kedua sisi selat ini memainkan peran startegis sebagai bandar-bandar niaga internasional pada zamannya. Salah satu bandar internasional di kawasan Selat Malaka yang tampaknya memiliki arti penting dalam pelayaran dan perdagangan internasional di masa lalu adalah Kota Cina.
Secara administratif situs Kota Cina masuk dalam wilayah Desa Paya Pasir, Kecamatan Medan Marelan, Kota Medan. Kawasan Kota Cina merupakan suatu dataran aluvial yang sebagian lahannya terpengaruh oleh pasang naik dan surut air laut. Oleh karenanya, sebagian besar kawasan perairan di situs ini didominasi oleh air payau, yang berasal dari sungai yang dikenal oleh masyarakat setempat sebagai Paluh Tangkahan Lajang, yang menghubungkan bagian utara situs ini dengan anak Sungai Belawan yang disebut oleh masyarakat setempat sebagai Sungai Besar. Di tepian perairan payau itu tumbuh tanaman nipah/rumbia, yang daunnya masih dimanfaatkan oleh warga sebagai bahan baku atap bangunan. Walaupun kini hanya sedikit bangunan di Kota Cina yang menggunakan atap dari daun nipah/rumbia, namun masyarakat setempat masih memanen dan membuat atap dari daun tersebut atas permintaan atau pesanan dari tempat lain. Sebagian lahan di sekitar situs yang dahulu adalah hutan nipah telah berubah menjadi areal tambak sejak akhir tahun 1990-an. Awalnya dijadikan adalah tambak udang, namun setelah terserang penyakit pada awal tahun 2000-an, kini lebih banyak dibiakkan beragam jenis ikan yang tahan di air payau. Air tawar untuk keperluan masyarakat sehari-hari diperoleh lewat sumber-sumber air tanah setelah dilakukan penggalian atau pengeboran.
Lahan situs Kota Cina saat ini didominasi oleh rumah-rumah warga, yang beberapa di antaranya didirikan di atas sisa-sisa struktur bangunan bata. Menurut keterangan warga setempat ramainya permukiman di situs ini terjadi setidaknya sejak awal tahun 1980-an, dengan masuknya para pendatang terutama dari bagian-bagian padat Kota Medan. Bandingkan dengan gambaran kepadatan kawasan ini pada tahun 1875 ketika Halewijn (dalam McKinnon, 1984:9) mencatat bahwa Kota Cina adalah suatu kampung kecil yang terdiri dari sepuluh rumah tangga. Ketika Edmund Edward McKinnon mulai melakukan penelitian intensif pada situs ini di awal tahun 1970-an, rumah-rumah warga tampaknya masih belum terlalu padat, masih banyak lahan kosong milik warga yang difungsikan sebagai persawahan dan perkebunan dengan beragam jenis tanaman antara lain kelapa, pisang, dan duku. Sisa-sisa dari kondisi tersebut masih terlihat di area yang dikenal oleh warga sebagai Keramat Pahlawan. Di tempat yang masih cukup lapang ini masyarakat menanam beragam jenis sayur-sayuran seperti sawi, kangkung, bayam, dan suring/kenikir.
Bentuk lain pemanfaatan lahan situs Kota Cina adalah sebagai tempat wisata, di suatu lokasi yang dikenal oleh warga sebagai Danau Siombak. Danau tersebut adalah danau buatan yang terbentuk sebagai dampak dari aktivitas pengerukan pasir di suatu areal yang dahulu dikenal sebagai Paya Pasir. Hasil pengerukan pasir di areal tersebut dimanfaatkan sebagai material timbunan jalan tol yang menghubungkan Belawan-Medan-Tanjung Morawa, yang dibangun pada tahun 1980-an. Menurut penuturan warga Kota Cina, ketika proses pengerukan pasir di areal itu berlangsung, para penggali acapkali menemukan pecahan-pecahan barang-barang keramik dan tembikar, bahkan papan-papan kayu yang diduga merupakan bagian kapal atau perahu kuno. Berdasarkan informasi warga itulah pada tahun 1989 para peneliti dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional dan EFEO (Perancis), melakukan ekskavasi penyelamatan terhadap sisa-sisa perahu kuno. Di samping dimanfaatkan sebagai permukiman, pariwisata, dan industri, areal sekitar situs juga dijadikan sebagai pangkalan kendaraan berat pengangkut, seperti truk atau trailer.
Catatan terawal keberadaan situs ini terekam pada tahun 1823 ketika John Anderson mengunjungi sejumlah daerah di pantai timur Sumatera Utara, atas perintah Gubernur Penang W.E Philips untuk survei politik dan ekonomi bagi kepentingan Inggris. Salah satu hal menarik berkaitan dengan Kota Cina sebagaimana  terungkap dalam laporan John Anderson (1826) adalah, keberadaan batu berukuran besar dengan pertulisan yang, menurut John Anderson, tidak dapat dibaca oleh penduduk setempat (1962:294). Ketika seorang kontrolir Belanda mencari batu bertulis dalam laporan Anderson tersebut pada tahun 1882, benda itu sudah tidak ditemukan lagi. Pemerian singkat atas situs ini dimuat dalam Oudheidkundige Verslag tahun 1914, namun setelah itu situs ini seolah terlupakan hingga tahun 1972 McKinnon melakukan penelitian atas Kota Cina. Aktivitas Arkeologis berupa penelitian arkeologis dan geomorfologis  terhadap situs Kota Cina dimulai sejak tahun 1972 hingga tahun 1989 yang dilakukan oleh para peneliti seperti Mc. Kinnon (1973, 1976, 1978), Bronson (1973), Suleiman (1976), Ambary (1978, 1979a, 1979b), Miksic, (1979), Wibisono (1981), Manguin (1989), terakhir Puslitbangarkenas, Balai Arkeologi Medan, dan EFEO (2011).
Sejak adanya aktivitas Arkeologis di Situs Kota Cina telah terkumpul data dan terekam jejak-jejak peradaban China pada abad 12 - 14 M, melalui hasi-hasil temuan yang beragam. Hal ini lah yang mendasari adanya upaya untuk melestarikan peninggalan sejarah tersebut melalui pengumpulan hasil-hasil temuan ekskavasi dan mengkoleksinya di Museum Situs Kota China Medan Marelan yang didirikan tepatnya pada tahun 2008 dan sejak berdirinya museum ini telah dikunjungi kurang lebih 1000 siswa dan guru.
PROGRAM MUSEUM SITUS KOTA CHINA MEDAN MARELAN :
ü  Penengenalan sejarah Kota China sebagai bandar internasional di medan pada abad 12 – 14.
ü  Melihat ribuan fragmen keramik China mulai dari Dinasti Song (abad XII) sampai Dinasti Qing (abad XVII), juga keramik dari Siam, Vietnam, Timur Tengah, India dan Keramik Lokal.
ü  Melihat proses ekskavasi (penggalian) arkeologis.
ü  Mengeliling Danau Siombak dengan bot/perahu dari sungai-sungai temapat ditemukannya jejak arkeologis Situs Kota China.
ü  Praktek repro pembuatan Keramik, Tembikar kuno.
KOLEKSI MUSEM :
ü  Ribuan fragmen keramik China, Vietnam, Timur Tengah, India dan Siam
ü  3 (tiga) Replika Arca Budha dan Hindu
ü  Puluhan kepingan uang kuno
ü  Bongkah besi bekas industri
ü  Batu bata kuno
ü  Tulang-belulang, kerang dan sampah dapu kuno
ü  Batu penanda, tiang rumah kuno
ü  Temuan-temuan arkeologis dari situs Benteng Putri Hijau, Situs Pulau Kampai, Situs Pantai Boga, Situs Kota Rentang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar