WISATA SEJARAH KE “Museum
Situs Kota China Medan Marelan”
Situs Kota Cina dianggap sebagai salah satu situs berkelas dunia dari masa PraIslam di Sumatera Utara. Hal ini dapat dilihat dari beragam jenis artefak yang
berasal dari sejumlah pusat peradaban kuno khususnya China dan India,
yang juga merefleksikan kompleksitas aktivitas manusia yang dahulu menghuninya.
Posisi sebagian wilayah Sumatera Utara khususnya kawasan pantai timurnya yang
berhadapan langsung dengan Selat Malaka, merupakan bentang alam strategis yang
berperan penting sejak lama. Kawasan Selat Malaka adalah jalur sutra melalui
laut, sehingga bandar-bandar yang terletak di kedua sisi selat ini memainkan
peran startegis sebagai bandar-bandar niaga internasional pada zamannya. Salah
satu bandar internasional di kawasan Selat Malaka yang tampaknya memiliki arti
penting dalam pelayaran dan perdagangan internasional di masa lalu adalah Kota
Cina.
Secara administratif situs Kota Cina masuk dalam
wilayah Desa Paya Pasir, Kecamatan Medan Marelan, Kota Medan. Kawasan Kota Cina
merupakan suatu dataran aluvial yang sebagian lahannya terpengaruh oleh pasang
naik dan surut air laut. Oleh karenanya, sebagian besar kawasan perairan di
situs ini didominasi oleh air payau, yang berasal dari sungai yang dikenal oleh
masyarakat setempat sebagai Paluh Tangkahan Lajang, yang menghubungkan bagian
utara situs ini dengan anak Sungai Belawan yang disebut oleh masyarakat
setempat sebagai Sungai Besar. Di tepian perairan payau itu tumbuh tanaman
nipah/rumbia, yang daunnya masih dimanfaatkan oleh warga sebagai bahan baku
atap bangunan. Walaupun kini hanya sedikit
bangunan di Kota Cina yang menggunakan atap dari daun nipah/rumbia, namun
masyarakat setempat masih memanen dan membuat atap dari daun tersebut atas
permintaan atau pesanan dari tempat lain. Sebagian lahan di sekitar situs yang
dahulu adalah hutan nipah telah berubah
menjadi areal tambak sejak akhir tahun 1990-an. Awalnya dijadikan adalah
tambak udang, namun setelah terserang penyakit pada awal tahun 2000-an, kini
lebih banyak dibiakkan beragam jenis ikan yang tahan di air payau. Air tawar
untuk keperluan masyarakat sehari-hari
diperoleh lewat sumber-sumber air tanah setelah dilakukan penggalian atau
pengeboran.
Lahan situs Kota Cina saat ini didominasi oleh
rumah-rumah warga, yang beberapa di antaranya didirikan di atas sisa-sisa
struktur bangunan bata. Menurut keterangan warga setempat ramainya permukiman
di situs ini terjadi setidaknya sejak awal tahun 1980-an, dengan masuknya para
pendatang terutama dari bagian-bagian padat Kota Medan. Bandingkan dengan
gambaran kepadatan kawasan ini pada tahun 1875 ketika Halewijn (dalam McKinnon,
1984:9) mencatat bahwa Kota Cina adalah suatu kampung kecil yang terdiri dari
sepuluh rumah tangga. Ketika Edmund Edward
McKinnon mulai melakukan penelitian intensif pada situs ini di awal tahun
1970-an, rumah-rumah warga tampaknya masih belum terlalu padat, masih banyak
lahan kosong milik warga yang difungsikan sebagai persawahan dan perkebunan
dengan beragam jenis tanaman antara lain kelapa, pisang, dan duku. Sisa-sisa
dari kondisi tersebut masih terlihat di area yang dikenal oleh warga sebagai
Keramat Pahlawan. Di tempat yang masih cukup lapang ini masyarakat menanam beragam
jenis sayur-sayuran seperti sawi, kangkung, bayam, dan suring/kenikir.
Bentuk lain pemanfaatan lahan situs Kota Cina
adalah sebagai tempat wisata, di suatu lokasi yang dikenal oleh warga sebagai
Danau Siombak. Danau tersebut adalah danau buatan yang terbentuk sebagai dampak
dari aktivitas pengerukan pasir di suatu areal yang dahulu dikenal sebagai Paya
Pasir. Hasil pengerukan pasir di areal tersebut dimanfaatkan sebagai material
timbunan jalan tol yang menghubungkan Belawan-Medan-Tanjung Morawa, yang
dibangun pada tahun 1980-an. Menurut penuturan warga Kota Cina, ketika proses
pengerukan pasir di areal itu berlangsung, para penggali acapkali menemukan
pecahan-pecahan barang-barang keramik dan tembikar, bahkan papan-papan kayu
yang diduga merupakan bagian kapal atau perahu kuno. Berdasarkan informasi
warga itulah pada tahun 1989 para peneliti dari Pusat Penelitian Arkeologi
Nasional dan EFEO (Perancis), melakukan ekskavasi penyelamatan terhadap
sisa-sisa perahu kuno. Di samping dimanfaatkan sebagai permukiman, pariwisata,
dan industri, areal sekitar situs juga dijadikan sebagai pangkalan kendaraan
berat pengangkut, seperti truk atau trailer.
Catatan terawal keberadaan situs ini terekam pada
tahun 1823 ketika John Anderson mengunjungi sejumlah daerah di pantai timur
Sumatera Utara, atas perintah Gubernur Penang W.E Philips untuk survei politik
dan ekonomi bagi kepentingan Inggris. Salah satu hal menarik berkaitan dengan
Kota Cina sebagaimana terungkap dalam laporan John Anderson (1826)
adalah, keberadaan batu berukuran besar dengan pertulisan yang, menurut
John Anderson, tidak dapat dibaca oleh penduduk setempat (1962:294). Ketika seorang
kontrolir Belanda mencari batu bertulis dalam laporan Anderson tersebut pada
tahun 1882, benda itu sudah tidak ditemukan lagi. Pemerian singkat atas situs
ini dimuat dalam Oudheidkundige Verslag
tahun 1914, namun setelah itu situs ini seolah terlupakan hingga tahun 1972
McKinnon melakukan penelitian atas Kota Cina. Aktivitas Arkeologis berupa
penelitian arkeologis dan geomorfologis
terhadap situs Kota Cina dimulai sejak tahun 1972 hingga tahun 1989 yang
dilakukan oleh para peneliti seperti Mc. Kinnon (1973, 1976, 1978), Bronson
(1973), Suleiman (1976), Ambary (1978, 1979a, 1979b), Miksic, (1979), Wibisono
(1981), Manguin
(1989), terakhir Puslitbangarkenas, Balai Arkeologi Medan, dan EFEO (2011).
Sejak adanya aktivitas Arkeologis di
Situs Kota Cina telah terkumpul data dan terekam jejak-jejak peradaban China
pada abad 12 - 14 M, melalui hasi-hasil temuan yang beragam. Hal ini lah yang
mendasari adanya upaya untuk melestarikan peninggalan sejarah tersebut melalui
pengumpulan hasil-hasil temuan ekskavasi dan mengkoleksinya di Museum
Situs Kota China Medan Marelan yang
didirikan tepatnya pada tahun 2008 dan sejak berdirinya museum ini telah
dikunjungi kurang lebih 1000 siswa dan guru.
PROGRAM
MUSEUM SITUS KOTA CHINA MEDAN MARELAN :
ü Penengenalan sejarah Kota China sebagai bandar
internasional di medan pada abad 12 – 14.
ü Melihat ribuan fragmen keramik China mulai dari
Dinasti Song (abad XII) sampai Dinasti Qing (abad XVII), juga keramik dari
Siam, Vietnam, Timur Tengah, India dan Keramik Lokal.
ü Melihat proses ekskavasi (penggalian) arkeologis.
ü Mengeliling Danau Siombak dengan bot/perahu dari
sungai-sungai temapat ditemukannya jejak arkeologis Situs Kota China.
ü Praktek repro pembuatan Keramik, Tembikar kuno.
KOLEKSI MUSEM :
ü
Ribuan fragmen keramik China, Vietnam,
Timur Tengah, India dan Siam
ü
3 (tiga) Replika Arca Budha dan Hindu
ü
Puluhan kepingan uang kuno
ü
Bongkah besi bekas industri
ü
Batu bata kuno
ü
Tulang-belulang, kerang dan sampah dapu
kuno
ü
Batu penanda, tiang rumah kuno
ü
Temuan-temuan arkeologis dari situs Benteng
Putri Hijau, Situs Pulau Kampai, Situs Pantai Boga, Situs Kota Rentang